Ilustrasi Hukum
Jakarta, Jurnas.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Kejaksaan Agung (Kejagung) menuntut para terdakwa kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak goreng (migor) 7 hingga 12 tahun penjara. Para kuasa hukum terdakwa merasa keberatan atas tuntutan itu.
Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Weibinanto Halimdjati alias Lin Che Wei dituntut dengan hukuman delapan tahun penjara. Lin Che Wei juga dituntut untuk membayar denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan.
Jaksa meyakini Lin Che Wei terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan pihak lainnya. Lin Che Wei diyakini terbukti melakukan korupsi ekspor minya goreng yang merugikan negara sejumlah Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
"Menuntut supaya Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengadili perkara ini memutuskan satu menyatakan Lin Che Wei terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, Kedua, Menjatuhkan pidana terhadap Lin Che Wei dengan pidana penjara berupa delapan tahun dikurangi selama masa tahanan dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan," kata Jaksa Kejagung saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/12/2022).
Selain Lin Che Wei, jaksa juga menuntut agar mantan (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri (Daglu) Kementerian Perdagangan (Kemendag), Indrasari Wisnu Wardhana dijatuhi
hukuman tujuh tahun penjara dan denda Rp1 miliar.
Sementara tiga terdakwa lainnya yakni, General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas, Pierre Togar Sitanggang dituntut 11 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsidair enam bulan kurungan. Togar juga dituntut untuk membayar uang pengganti Rp4,5 triliun paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Kemudian, Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari, Stanley MA dituntut 10 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Stanley juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp860 miliar. Sedangkan terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia, Master Parulian Tumanggor, dituntut 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan. Ia juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp10 triliun paling lama satu bulan setelah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap.
Abaikan Kesaksian
Menanggapi tuntutan Jaksa tersebut, kuasa hukum Master Parulian Tumanggor Juniver Girsang menyebut jaksa menyusun tuntutan bukan berdasarkan fakta yang ada dalam persidangan, termasuk berbagai keterangan yang sudah dituturkan para saksi.
“Ini adalah take over dari dakwaan maupun berita acara. Oleh karenanya, kami melihat tuntutan ini adalah tuntutan yang ilusioner yang tidak berdasarkan fakta di persidangan,” kata Juniver.
Juniver mencontohkan, mengenai pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) yang merupakan kewajiaban pemenuhan pasar dalam negeri.
“Ternyata di dalam persidangan sudah terbukti, DMO itu sudah terpenuhi, tetapi kejaksaan mengartikan tidak terpenuhi itu seakan-akan tanggung jawab dari produsen sampai ke eceran. Padahal, dalam ketentuan tidak boleh itu produsen sampai ke eceran, kalau pedagang sampai ke eceran itu malah melanggar ketentuan monopoli, nah ini yang kami lihat sengaja tidak diungkap, seakan-akan membentuk opini ini menjadi tanggung jawab,” tegas Juniver.
Ia mengatakan, pihaknya akan mempersiapkan pembelaan, pleidoi yang berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan.
Seperti diketahui, JPU pada Kejaksaan Agung mendakwa lima terdakwa kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (Crude Palm Oil/CPO) yang diduga merugikan negara Rp18.359.698.998.925 (Rp18,3 triliun).
KEYWORD :Korupsi Ekspor CPO Minyak Goreng Wilmar Nabati Indonesia